KOMUNIKASI YANG EFEKTIF







Tidak peduli seberapa berbakatnya seseorang, betapapun unggulnya seseorang, kesuksesan tidak akan pernah diperoleh tanpa penguasaan keterampilan komunikasi yang efektif. Wilbur Schramm menyebut sebagai “the conditions of success in communication”, yakni kondisi yang harus di penuhi jika kita ingin agar pesan yang kita sampaikan menghasilkan tanggapan yang kita inginkan.

The Conditions of Success in Communication tersebut meliputi:

•Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemiki­an rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

•Pesan harus menggunakan lambang yang memiliki pengertian yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

•Pesan harus dapat menumbuhkan kebutuhan pribadi komunikan sekaligus menyediakan alternatif mencapai kebutuhan tersebut.

•Pesan harus berkaitan dengan kebutuhan kelompok di mana komunikan berada.

1.  Komunikasi Efektif Menurut Stephen Covey

Menurut Stephen R. Covey, orang yang pernah dinobatkan oleh majalah Time sebagai 25 orang Amerika Serikat yang paling berpengaruh (lebih jauh tentang biografi dan karya Covey, lihat www.stephencovey.com), komunikasi merupakan ketrampilan yang paling penting dalam hidup kita.

Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernapasan, komunikasi kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.  Kita tidak pernah dengan secara khusus mempelajari bagaimana menulis dengan efektif, bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik. Bahkan untuk yang terakhir, yaitu ketrampilan untuk mendengar tidak pernah diajarkan atau kita pelajari dalam proses pembelajaran yang kita lakukan baik di sekolah formal maupun pendidikan informal lainnya.

Bahkan menurut Covey, hanya sedikit orang yang pernah mengikuti pelatihan mendengar. Covey menekankan konsep interdependency untuk menjelaskan hubungan antarmanusia. Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekadar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita. Jadi, syarat utama dalam Komunikasi efektif adalah karakter yang kukuh yang dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat.

Kita bisa menggunakan analogi sistem bekerjanya sebuah bank. Jika kita mendepositokan kepercayaan (trust) kita, ini akan tergambar dalam perasaan  aman yang kita miliki ketika kita berhubungan dengan orang lain. Jika saya membuat deposito di dalam rekening bank emosi dengan Anda melalui integritas, yaitu sopan santun, kebaikan hati, kejujuran, dan memenuhi setiap komitmen saya, berarti saya menambah cadangan kepercayaan Anda terhadap saya. Kepercayaan Anda menjadi lebih tinggi, dan dalam kondisi tertentu, jika saya me lakukan kesalahan, anda masih dapat memahami dan memaafkan saya, karena anda mempercayai saya. Ketika kepercayaan semakin tinggi, komunikasi pun mudah, cepat, dan efektif. Berusaha benar benar mengerti orang lain. Ini adalah dasar dari apa yang disebut emphatic communication (komunikasi empati). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, kita biasanya “berkomunikasi” dalam salah satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu dengan tidak serius membangun hubungan yang baik. Kita mungkin berpura-pura. Kita mungkin se cara selektif berkomunikasi pada saat kita memerlukan nya, atau kita membangun komunikasi yang atentif (penuh perhatian) tetapi tidak benar-benar berasal dari dalam diri kita.

Bentuk komunikasi tertinggi adalah komunikasi empati, yaitu melakukan komunikasi untuk terlebih dahulu mengerti orang lain memahami karakter dan maksud/tujuan atau peran orang lain. Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecil begitu penting dalam suatu hubungan hal-hal yang kecil adalah hal-hal yang besar. Memenuhi komitmen atau janji adalah depo sito besar; melanggar janji adalah penarikan yang besar. Menjelaskan harapan. Penyebab dari hampir semua kesulitan dalam hubungan berakar di dalam harapan yang bertentangan atau berbeda sekitar peran dan tujuan. Harapan harus dinyatakan secara eksplisit. Meminta maaf dengan tulus ketika Anda membuat penarikan. Memperlihatkan integritas pribadi. Integritas pribadi menghasilkan kepercayaan dan merupakan dasar dari banyak jenis deposito yang berbeda. Integritas merupakan fondasi utama dalam membangun ko munikasi yang efektif. Karena tidak ada persahabatan atau teamwork tanpa ada kepercayaan (trust), dan tidak akan ada kepercayaan tanpa ada integritas. Integritas mencakup hal-hal yang lebih dari sekadar kejujuran (honesty). Kejujuran mengatakan kebenaran atau menyesuaikan kata-kata kita dengan realitas. Integritas adalah menyesuaikan realitas dengan kata-kata kita. Integritas bersifat aktif, sedangkan kejujuran bersifat pasif.

Covey, dalam bukunya yang sangat terkenal “The 7 Habits of Highly Effective People”, memberi panduan bagi kita bagaimana menjadi komunikator yang baik melalui penguasaan kebiasaan prilaku (habit) untuk menjadi manusia yang efektif, yakni:

a) Proaktif

Menurut Covey, kehidupan kita tidak berjalan dengan sendirinya. Sebaliknya kitalah yang menentukan apa dan bagaimana hidup kita berjalan. Kita memilih apa yang terjadi. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan pilihan. Begitu juga dengan sukses, gagal, berani, takut, mengambil keputusan, ambiva lensi, dan seterusnya merupakan situasi yang kita pilih. Dengan demikian, lanjut Covey, setiap situasi menyediakan pilihan baru sekaligus menyediakan kesempatan yang berbeda bagi kita untuk membuat hasil yang lebih positif. Bersikap proaktif berkaitan dengan pengambilan tanggung jawab dalam hidup. Kita tidak boleh terus-menerus menyalahkan orang tua atau orang lain atas apa yang menimpa kita. Manusia yang proaktif akan selalu paham bahwa mereka tidak boleh menyalahkan faktor genetika, lingkungan atau kondisi atau prilaku mereka.

Sebaliknya manusia yang proaktif, sikap dan prilaku mereka akan selalu terpengaruh dengan kondisi fisik. Manusia proaktif memiliki kebebasan atas pilihan perilaku mereka, tak masalah apapun kondisi fisik yang dihadapi. Manusia proaktif akan selalu merasa baik walaupun cuaca tidak baik, sebaliknya manusia reaktif akan merasa tidak baik dalam cuaca yang tidak baik.

Kemampuan menentukan perilaku secara bebas yang dimiliki oleh manusia proaktif tercermin lewat bahasa yang digunakan seperti “saya bisa”, “saya ingin”, “saya lebih suka”, dan seterusnya. Sebaliknya manusia proaktif lebih memilih bahasa “saya tidak bisa”, “saya harus”, “jika saja”, dan seterusnya. Manusia reaktif merasa tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan atau lakukan.

b) Rencanakan sesuatu dengan tuntas dalam pikiran

Habit nomor dua ini didasarkan pada imajinasi, yakni kemampuan manusia untuk melihat apa yang belum terjadi. Menurut Covey, hal ini sesuai dengan prinsip bahwa sesuatu diciptakan dua kali, yakni pertama penciptaan mental dan kedua penciptaan fisik yang mengikuti penciptaan mental. Sama persis ketika seseorang membuat gedung yang sebelumnya ia membuat rancangannya.

c) Membuat prioritas

“Put first things first”, merupakan istilah untuk membuat prioritas. Menurut Covey, hal ini penting karena tanpa prioritas kita tidak mempunyai fokus, baik dalam tujuan, nilai, peran, dan prioritas. Apa yang harus didahulukan? Menurut Covey, hal yang utama adalah apa yang secara personal memiliki harga yang paling tinggi, yang dalam konteks Covey adalah hubungan personal (personal relationship).

d) Berpikir menang-menang (win-win)

Berpikir menang-menang bukanlah untuk menyenangkan orang lain atau teknik untuk membagi keuntungan, tapi lebih merupakan karakter yang di dasarkan pada kode etik berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain. Kebanyakan dari kita menerapkan pola pikir menang-kalah (win-lose), yakni saya menang/untung orang lain kalah/rugi, atau sebaliknya kalau orang lain menang/untung maka saya kalah/rugi.

Menurut Covey, hal ini wajar karena hidup memang penuh dengan kompetisi.  Pola pikir menang-menang melihat hidup bukan kompetisi, melainkan kooperasi (bekerjasama). Maka yang dicari adalah relasi yang mutual (saling menguntungkan). Seseorang yang menerapkan pola pikir menang-menang harus memiliki tiga karakter, vital: (1) Integritas, yakni bertahan pada perasaan, nilai, dan komitmen yang benar; (2)Kedewasaan, yakni mengungkapkan ide dan perasaan dengan memperhatikan ide dan perasaan orang lain dan (3) Kekayaan mental, yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu akan selalu cukup untuk dibagi pada semua orang.

e) Memahami, bukan dipahami

Berusahalah untuk selalu memahami orang lain,  bukan sebaliknya menuntut orang lain memahami kita. Kunci untuk memahami orang lain adalah mendengarkan apa yang orang lain katakan. Mendengarkan butuh perhatian khusus, karena tidak seperti membaca dan menulis, aspek komunikasi satu ini tidak dipelajari secara khusus di sekolah. Pada sisi lain, seseorang biasanya mendengarkan adalah untuk memberi tanggapan, bukan untuk memahami.  Kita akan mendengarkan orang lain berbicara dengan frame pikiran kita, sehingga makna keseluruhan yang disampaikan orang lain tersebut menjadi tidak diterima dengan utuh. Kita bahkan memfilter apa yang kita dengar dengan pengalaman, minat, dan kepentingan kita.

f) Sinergi

Sinergi berdasarkan prinsip “dua kepala lebih baik daripada satu kepala”. Sinergi dilakukan untuk menghasilkan kerjasama yang kreatif. Sinergi menghasilkan kebersamaan yang bisa memproduksi hasil yang lebih baik dibandingkan secara individual. Dalam sinergi kita bersikap terbuka terhadap pengaruh orang lain, karenanya perbedaan harus dilihat sebagai kekuatan, bukan kelemahan.

g) Memanfaatkan aset yang dimiliki

Aset    yang  dimaksud Covey adalah isik, sosial/emosional, mental, dan spiritual. Keseluruhan aset ter sebut harus secara terus-menerus diasah sehingga mendatangkan hal-hal positif secara maksimal. Untuk aset fisik, Covey mencontohkan dengan makan-makanan bergizi, olah raga, dan istirahat. Untuk aset sosial/emosional bisa dilakukan dengan membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain. Aset mental bisa diasah dengan belajar, membaca, menulis, dan mengajar. Sedangkan aset spiritual Covey menganjurkan cara mengasah dengan meditasi, ibadah, musik, serta seni.

2.  “Reach” sebagai Hukum Komunikasi Efektif

Terdapat banyak jenis strategi komunikasi efektif. Rumusan “reach” adalah salah satunya. Menurut Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel dalam www.sinarharapan.co.id, hukum komunikasi yang efektif (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication) bisa dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu “reach”, yang secara harfiah berarti “merengkuh” atau “meraih”. Reach sendiri kepanjangan dari Respect, Empathc, Audible, Clarity, dan Humble.

a.  Respect

Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim. Bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie

dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa “Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai.” Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh, Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.

b.  Empathic

Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus, Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand. Understand then be understood to build the skills of emphatic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empati. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.

cAudible

Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audiovisual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.

d.  Clarity

Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi-interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa ke terbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

e.  Humble

Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki.  Sikap rendah hati antara lain: sikap yang penuh melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.

0 Response to "KOMUNIKASI YANG EFEKTIF"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel